PR Hati ala Gus Dur PR Hati ala Gus Dur

PR Hati ala Gus Dur
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Menjelang pergantian tahun 2010 yang lalu, kita kembali kehilangan salah satu tokoh yang dicintai banyak orang di Indonesia, Gus Dur. Mengenang kembali beliau, saya teringat pada suatu hari di bulan November, sebelas tahun lalu pada 1999. Pada masa itu baru sekitar sebulan Gus Dur memangku jabatan sebagai Presiden RI ke-4 menggantikan B.J. Habibie. Saya masih mahasiswa S-1 semester akhir pada saat itu. Dalam perjalanan di angkot menuju kampus di kawasan GedongMeneng, Bandar Lampung, seorang anak SD yang duduk berhadapan dengan saya nyeletuk kepada ibunya saat melihat poster Gur Dur terpampang di jalan. ”Ibu, presiden kita buta,” katanya polos. Saya terhenyak, terdiam sambil menunggu reaksi sang Ibunda. Namun, bukan membantah atau memarahi sang anak, sang ibu jusru dengan tenang dan lembut membelai rambut putra tercitanya itu sambil berujar, ”Iya Nak, ia tidak melihat dengan mata, tapi dengan hati…”. Saya tertegun kagum. Masya Allah, pikir saya, begitu kuatnya kecintaan rakyat pada sosok beliau saat itu. Meski tetap saja, kekurangan fisik beliau menjadi bahan olok-olok bagi pihak-pihak yang berseberangan politik dengannya.
Peristiwa 11 tahun lalu itu berkesan kuat di kalbu saya. Sangat kuat. Hingga saya tak akan lupa hingga saat ini. Sebelas tahun sudah berlalu, namun kecintaan rakyat terhadap Gus Dur masih tinggi. Terbukti, ribuan orang berbondong-bondong ingin mengantarkan jenazahnya, memegang kerandanya, menyolatkannya, atau bahkan sekadar membawa pulang tangkai bunga yang ada di pusaranya. Terlepas dari pro-kontra terhadap fenomena ini, satu yang tidak terbantahkan, ia adalah sosok yang dicintai oleh banyak orang. Dari sudut PR, kita bisa gambarkan bahwa Gus Dur sudah mampu mem-PR kan dirinya dengan amat baik.
”Gitu Aja Kok Repot”
Jika kita mencoba menelaah bagaimana PR ala Gus Dur, maka semua asumsi dan aturan-aturan baku tentang PR harus dibuang jauh-jauh. Gus Dur akan dengan santai mengatakan apa yang ia rasakan, kapan saja, dimana saja, kepada siapa saja walau itu akan menuai kontroversi. Beliau akan mengenakan pakaian apa saja yang membuatnya nyaman, tanpa khawatir dengan tanggapan orang lain. Terbukti, ia dengan santai menyambut para pendukungnya di depan istana negara cukup dengan mengenakan celana pendek. Sekali waktu, kita juga dapat menemukannya sedang tertidur di ruang rapat, saat semua kamera TV menyorotnya. Ia juga akan santai melayani wawancara sambil tidur-tiduran di lantai. Kebiasaan yang sudah sering dilakukannya sejak dulu.
Ketidakpedulian terhadap audiens ini merupakan hal tabu dalam aturan PR konvensional. Apalagi jika itu dilakukan oleh seorang kepala negara, dimana citra seorang pemimpin akan mencerminkan negaranya. Akibatnya bisa diduga, banyak yang kontra terhadap perilaku Gus Dur tersebut. Banyak pula yang menganggap tak pantas. Namun ia cuek saja. Pun kalau ditanya mengapa, maka keluarlah celetukannya yang khas, ”Gitu aja kok repot!”
PR dengan hati.
Sebelas tahun berlalu, dan Gus Dur akhirnya dipanggil oleh sang Khalik setelah berjuang keras melawan penyakit komplikasi yang diderita. Lalu bagaimana sikap masyarakat terhada Gus Dur saat ini? Luar biasa! Dukungan dan simpati justru semakin banyak mengalir bahkan dari pihak-pihak yang dulu berseberangan dengannya. Masyakat ramai-ramai mengerek bendera merah putih setengah tiang di depan rumah mereka untuk menghormati beliau. Kecintaan terhadap beliau bukan saja terpatri di otak para simpatisannya namun tertanam jauh di lubuk hati. Tak peduli apakah itu dari kalangan santri yang percaya ia sebagai wali, sampai dengan akademisi yang ujung-ujungnya menyetujui semua pendapat kontroversialnya dulu. Lalu apa rahasia PR ala Gus Dur? Bukankah ia sudah melabrak aturan-aturan kepatutan PR yang kita ketahui secara umum?
Saya coba mengistilahkan hal itu sebagai PR dengan hati. PR yang berbasis kuat pada kejujuran untuk tampil apa adanya. PR yang berlandaskan kepada keyakinan bahwa apa yang ditempuh adalah benar dan keyakinan bahwa kebenaran selalu akan menang. Seakan Gus Dur ingin berkata, ”tak perlu semua strategi itu, inilah aku apa adanya. Mencintai dan membela kalian semua, wahai rakyat Indonesia!” Unik dan mengharukan. Ini adalah PR tingkat tinggi. Tak ada kebohongan, tak ada misleading, semua tampil apa adanya. Beliau berkomunikasi dengan hati. Kita digiring untuk menyadari dan memahami bahwa beliau adalah orang baik, orang yang akan membela yang lemah, yang memiliki jalan sendiri untuk mengekespresikan diri. Dan beliau sudah berhasil meyakinkan kita dengan amat baik dengan menunjukkan jati dirinya secara konsisten. Hingga, kini kita benar-benar merasa kehilangan salah seorang sosok jujur dan pemberani di Indonesia tercinta.

nb: dari blog tetangga
Komentar
Posting Komentar
Komentar Anda Sangat Membantu